Perbedaan Hukum Gosip dalam Islam Berikut Dalilnya

Hukum Gosip | Pergaulan sosial tidak dapat lepas dari komunikasi. Manusia suka berbicara, mengobrol, dan kumpul bersama. Saat percakapan cukup mengasyikan,  biasanya hal-hal yang menjadi bahan pembicaraan terkait tentang kebaikan dan keburukan orang tersebut.  Kadang pembicaraan ini melebar, hingga masalah privasi diungkit sedemikian rupa.

Membicaraakan hal yang tidak disukai orang lain ini tergolong dalam dua kategori, yaitu gibah dan fitnah.  Jika isi pembicaraan ini sesuai dengan fakta, maka disebut gibah, dan disebut fitnah bila isinya tidak sesuai dengan realitas.

Terkait dua masalah ini, rasulullah bersabda:

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Tahukah kalian apa itu ghibah (menggunjing)?. Para sahabat menjawab : Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Kemudian beliau bersabda : Ghibah adalah engkau membicarakan tentang saudaramu sesuatu yang dia benci. Ada yang bertanya. Wahai Rasulullah bagaimana kalau yang kami katakana itu betul-betul ada pada dirinya?. Beliau menjawab : Jika yang kalian katakan itu betul, berarti kalian telah berbuat ghibah. Dan jika apa yang kalian katakan tidak betul, berarti kalian telah memfitnah (mengucapkan suatu kedustaan). H.R. Muslim.

HUKUM GOSIP (GHIBAH)

Dari sejumlah dalil Quran dan hadits di atas, maka ulama mengambil kesimpulan bahwa hukum gosip terbagi tiga yaitu haram, wajib dan halal (boleh). Perbedaan hukum ini dipengaruhi oleh perbedaan alasan.

HARAM

Secara mendasar, hukum gosip adalah haram. Membicarakan aib orang yang sebenarnya harus dirahasiakan, baik secara fisik, prilaku, dll telah secara tegas dilarang, sesuai dengan makna perintah yang terkandung dalam QS Al Hujurat ayat 12 berikut:

وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Gibah sebenarnya tidak sekedar membicarakan orang, tapi juga mengakui bahwa orang yang dibicarakan memiliki kekurangan, serta menjatuhkannya di hadapan orang lain.

Sifat keharaman ini tidak semata terbatas pada perbuatan menggunjingnya, tapi juga mendengarkannya. Karena itu, siapapun yang mendengarnya wajib mengingkari, mengingatkan, bahwa perbuatan gibah adalah dosa.

WAJIB

Ghibah atau membicarakan / menyebut aib orang dapat berubah menjadi wajib. Hal disebabkan karena untuk menyelamatkan seseorang dari bahaya.

Misalnya, Si A adalah orang yang baru pindah ke daerah baru, dan ternyata bertetangga dengan si B yang memiliki kelainan, ia tempramental, suka memukul dan kerap diluar kontrol jika marah. Maka Memberitahukan hal ini untuk menyelamatkan si A dan keluarganya dari perilaku buruk si B menjadi suatu keharusan.

Baca juga:

 BOLEH 

Imam Nawawi dalam Riyadus Shalihin 2/182 menjelaskan gosip atau ghibah yang diperbolehkan dalam 6 kategori, yaitu:


الأول: التظلم، فيجوز للمظلوم أن يتظلم إلى السلطان والقاضي وغيرهما مما له ولاية أو قدرة على إنصافه من ظالمه، فيقول: ظلمني فلان كذا. الثاني: الاستعانة على تغيير المنكر ورد المعاصي إلى الصواب، فيقول لمن يرجو قدرته على إزالة المنكر: فلان يعمل كذا، فازجره عنه. الثالث: الاستفتاء، فيقول: للمفتي: ظلمني أبي، أو أخي، أو زوجي، أو فلان بكذا. الرابع: تحذير المسلمين من الشر ونصيحتهم. الخامس: أن يكون مجاهرًا بفسقه أو بدعته، كالمجاهر بشرب الخمر ومصادرة الناس وأخذ المكس وغيرها. لسادس: التعريف، فإذا كان الإنسان معروفًا بلقب الأعمش، والأعرج والأصم، والأعمى والأحول، وغيرهم جاز تعريفهم بذلك.

 
Hal-hal yang diperbolehkan dalam gosip diantaranya yaitu:

  1. Menyebut kezhaliman seseorang. Orang yang dizhalimi boleh menyebut kezaliman seseorang terhadap dirinya di hadapan penguasa/hakim (atau selainnya) yang memiliki kapasitas untuk melenyapkan kezaliman tersebut. Seperti berkata: Si fulan telah menzhalimi saya dalam hal…
  2. Isti’ānah (meminta pertolongan) untuk mengubah atau menghilangkan kemunkaran. Seperti mengatakan “Fulan telah berbuat begini (perbuatan buruk). Cegahlah dia.”
  3. Al-Istifta’ atau meminta fatwa, seperti mengatakan kepada kepada mufti (pemberi fatwa): “Saya dizalimi oleh ayah atau saudara, atau suami.”
  4. Memperingatkan orang-orang Islam dari perbuatan buruk dan memberi nasihat pada mereka.
  5. Orang yang menampakkan kefasikan dan perilaku maksiatnya. Seperti menampakkan diri saat minum miras (narkoba), berpacaran di depan umum, dll.
  6. Memberi gambaran (mendeskripsikan). Apabila seseorang dikenal luas dengan julukan pincang, bisu, buta, atau selainnya, maka itu semua boleh saja untuk memberi gambaran (tentang keberadaan orang-orang tersebut kepada si penanya yang sedang mencarinya).

Sesuai dengan penjelasan di atas, hukum gosip berubah berdasarkan illat (alasan). Haram berkonsekuensi dosa bagi penggunjing, Wajib berkonsekuensi pahala, dan mubah tidak menimbulkan dosa secara hukum islam.

Meski demikian, untuk menghindari perbuatan dosa yang tidak disadari, hindari gosip sebisa mungkin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *